Zaman Nuh (Zaman Purbakala) Lebih Modern Dari Masa Kini

Di zaman sekarang, apakah kita akan terus terjebak dalam pengagungan materi, meninggikan diri di antara sesama, memiliki kemewahan pribadi, pengakuan akan nama besar, penghargaan tertinggi terhadap prestasi dan penghormatan terbesar terhadap singgasana (jabatan). Sadarilah bahwa fokus kepada kenikmatan dan kemuliaan duniawi secara perlahan-lahan/ secara diam-diam menyulut api kebencian di dalam hati tiap-tiap manusia. Tinggal menunggu pengakuan saja bahwa di sana-sini manusia melakukan konspirasi menekan sesamanya hanya demi beroleh lebih banyak gemerlapan duniawi. Sadarilah kawan, apa yang kita tabur, itu yang kita tuai dan Tuhan mampu memahami maksud hati kita yang tersembunyi. Oleh karena itu, bertobatlah! Kasihilah Tuhan seutuhnya dan sesama manusia seadil-adilnya. Niscaya seumur hidup kita dan generasi demi generasi akan menikmati damai sejahtera di seluruh penjuru bumi!

Umat manusia berputar-putar dalam kiamat yang sama dari zaman ke zaman. Ketika keadaan manusia sudah mapan maka mulailah mencari sesuatu yang lebih dari yang lain. Memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun peradaban yang penuh dengan arogansi. Berupaya untuk mencipta sesuatu yang baru dengan dasar agar dikenal dan dikenang oleh siapa saja. Menggali, menambang dan menebang apa saja yang diinginkan hatinya sekalipun hal-ha[ tersebut dilakukan secara berlebihan. Membangun peradaban demi kebanggaan hati sehingga namanya dikenang oleh semua orang. Untuk apa dikenang orang kalau pada akhirnya mati juga? Lebih baik mengenang nama Tuhan Yesus Kristus, niscaya setiap orang yang percaya kepada-Nya akan selamat dan beroleh hidup yang kekal.

Manusia selalu saja terjebak dalam kemewahan hidup yang diagung-agungkannya lebih dari apapun. Sebab hatinya terlalu terpikat dengan pesona indra yang terpang-pang dihadapannya. Maunya rumah besar-besar, kendaraan pribadi yang ekstra besar, peralatan multimedia super canggih – big size, peralatan dan perabotan rumah tangga lainnya yang super gede menawan. Seolah belum cukup dengan semua hal-hal besar yang dimilikinya, maka hendak pula ia ditinggikan di atas semua pohon-pohon besar di dunia dengan mendirikan menara pencakar langit. Menara-menara di setiap kota termasuk Monas adalah bukti kongkrit yang menunjukkan bahwa manusia ingin menikmati hal-hal yang besar dan tinggi seumur hidupnya.

Pernahkah anda berkunjung ke Monas? Ya… Monumen Nasional, semua orang yang menyaksikannya pasti mengatakan bahwa itu adalah kebanggaan bangsa Indonesia. Tapi tahukah anda berapa mega ton sumber daya yang disalurkan saat pembangunannya? Tahukah juga anda berapa juta watt energi listrik yang dialirkan untuk membuat gedung tersebut tetap beroperasi? Coba mulai sekarang, cari tahu hal-hal ini sambil-sambil belajar memperluas wawasan yang dimiliki. Intinya adalah setiap kota besar di bumi memiliki menara yang menjadi kebanggaan dari tua-tua rakyat (para pemimpin) yang dulunya membangun peradaban awal disetiap kota. Sesungguhnya pembangunan monas seiras/ sejalan/ semakna dengan pembangunan candi borobudur, piramida Mesir dan piramida Aztec (Meksiko).

Jadi, teorinya adalah piramida tersebut merupakan dasar dari menara kota besar. Ketika banjir besar di zaman Nuh melanda seluruh bumi, menara raksasa tersebut hancur di terjang kencangnya arus air. Itulah mengapa yang tertinggal hanyalah pangkal bangunannya saja sedangkan gedungnya yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lebih tinggi/ lebih besar hancur diterjang banjir bandang dahsyat yang menenggelamkan seluruh bumi. Lantas dikemudian hari, kerajaan-kerajaan yang berdiri di sekitar pondasi menara raksasa melakukan pembangunan kembali (pemugaran dan pengalihan fungsi) sehingga terciptalah Candi Borobudur, Piramida Mesir dan Piramida Aztec. Bisakah anda bayangkan betapa besarnya menara tersebut? Kalau pondasinya saja sebesar itu, mungkin sekali tingginya lebih dari Monas bahkan menara Eiffel sekalipun.

Lantas timbul pertanyaan, semaju apakah masyarakat yang hidup di zaman purbakala? Secanggih apa teknologi mereka sehingga mampu membuat bangunan yang pondasinya sangat kuat dan dapat bertahan sampai sekarang? Semua hal ini tidak ada yang tahu. Di atas semuanya itu mari mencoba membanding-bandingkan ukurannya dengan monumen yang ada zaman sekarang. Seperti yang tertulis pada keterangan di bawah ini, berdasarkan ukuran pondasi dari menara kota yang tertinggal: kota-kota di zaman purbakala lebih besar daripada kota-kota dunia pada zaman sekarang. Kerajaan purba di Jawa Tengah memiliki ukuran kota yang lebih besar dari kota Jakarta dan kota Paris.

Ukuran menara di berbagai kota dunia di zaman purba dan di zaman sekarang:

  • Monas memiliki cawan/ pelataran bawah dengan panjang 45 m dan lebar 45 m.
  • Menara Eiffel memiliki ukuran kaki bagian luar dengan panjang 124,90 m dan lebar 124,90 m.
  • Candi borobudur memiliki ukuran dengan panjang 123 m dan lebar 123 m.
  • Piramida Cholula di Meksiko (salah satu peninggalan suku Aztec) memiliki ukuran dengan panjang 400 m dan lebar 400 m.

Maksud kami di sini adalah, semakin besar suatu kota maka semakin besar dan tinggi pula menara yang dibangun sebagai peringatan  kota tersebut. Jikalau pondasi menaranya saja saja sudah sangat besar, terlebih lagi bangunan yang pernah berdiri di atas pondasi tersebut. Sedangkan Monas saja ukuran cawannya (bukan pondasi) 45 m x 45 m lantas tingginya sudah selangit. Terlebih lagi menara dengan ukuran pondasi  123 m x 123 m: bisakah anda membayangkan setinggi apa itu? Mungkin saja ketinggiannya mencapai tiga kali tinggi monumen nasional atau lebih. Terlebih lagi yang ada di Meksiko, pondasinya sampai 400 m x 4oo m: coba bayangkan setinggi apa menara dengan pondasi sebesar itu?

Alasan lainnya, mengapa dunia zaman purbakala lebih modern di bandingkan dengan dunia zaman sekarang adalah :”mereka diajar langsung oleh para malaikat.” Seperti yang sudah-sudah kami katakan bahwa di zaman awal kehidupan, manusia tidak tahu apa-apa tentang bumi ini. Jadi, Tuhan bermaksud untuk mengajar manusia secara langsung melalui anak-anak-Nya yang diutus ke bumi. Coba tebak atau dilogikakan: siapa yang lebih pintar: manusia yang diajar oleh manusia lainnya atau manusia yang diaajari oleh malaikat? Tentulah anak-anak Allah lebih berhikmat dari manusia sehingga merekalah yang membantu mendorong peradaban kuno dalam kemajuang yang sangat luar biasa.

Apa yang kita saksikan saat ini hanyalah puing-puing yang telah dipugar oleh sentuhan klasik yang usang dimakan waktu, lebih dari 4000 tahun yang lalu. Sungguh, aslinya kemewahan dan kemegahan budaya purbakala tidak ada bandingannya dengan peradaban manapun di zaman sekarang. Baik peradaban Eropa dan Amerika masih jauh di bawahnya karena pengetahuan masyarakat kuno lebih tinggi dari pengetahuan manusia masa kini. Bukti lainnya yang menunjukkan bahwa peradaban sebelum banjir bandang besar menenggelamkan segala sesuatu adalah ditemukannya relief pesawat, helikopter dan roket di antara relief piramida mesir. Awalnya, para ilmuan menganggap ini hanya kebetulan dan terjadi karena terkikis oleh waktu dan direka ulang oleh persepsi manusia. Tetapi nyatanya, hal-hal tersebut memang sudah ada di masa yang sangat jauh di belakang sebelum kita lahir mencicipi bumi ini.

 Apa yang terjadi kepada orang-orang purbakala? Mereka tenggelam dalam kemewahannya. Masing-masing orang mencari untung bagi dirinya sendiri. Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan-tujuannya dimana semuanya itu demi penghargaan, penghormatan dan gengsi. Memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk memeras sesamanya. Termasuk dalam hal ini adalah melakukan eksplorasi besar-besaran terhadap lingkungan sehingga mengganggu keseimbangan. Maka dalam sekejap saja timbullah bencana alam yang menenggelamkan kota-kota besar. Menara-menara raksasa yang dimilikinya tumbang dan hancur oleh gelombang banjir dahsyat. Yang bisa kita lihat sampai saat ini diberbagai situs piramida adalah pondasi dari menara kota bosar purbakala yang telah dihiasi oleh batu dan patung yang dibuat oleh raja-raja masa lampau. Sedang air banjir besar itu menunggu dalam beku di kutub utara dan selatan bumi. Perhatikan firman berikut ini.

(Wahyu 18:9-20) Dan raja-raja di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam kelimpahan dengan dia, akan menangisi dan meratapinya, apabila mereka melihat asap api yang membakarnya.  Mereka akan berdiri jauh-jauh karena takut akan siksaannya dan mereka akan berkata: “Celaka, celaka engkau, hai kota yang besar, Babel, hai kota yang kuat, sebab dalam satu jam saja sudah berlangsung penghakimanmu!”  Dan pedagang-pedagang di bumi menangis dan berkabung karena dia, sebab tidak ada orang lagi yang membeli barang-barang mereka,  yaitu barang-barang dagangan dari emas dan perak, permata dan mutiara, dari lenan halus dan kain ungu, dari sutera dan kain kirmizi, pelbagai jenis barang dari kayu yang harum baunya, pelbagai jenis barang dari gading, pelbagai jenis barang dari kayu yang mahal, dari tembaga, besi dan pualam,  kulit manis dan rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan, anggur, minyak, tepung halus dan gandum, lembu sapi, domba, kuda dan kereta, budak dan bahkan nyawa manusia.  Dan mereka akan berkata: “Sudah lenyap buah-buahan yang diingini hatimu, dan segala yang mewah dan indah telah hilang dari padamu, dan tidak akan ditemukan lagi.”  Mereka yang memperdagangkan barang-barang itu, yang telah menjadi kaya oleh dia, akan berdiri jauh-jauh karena takut akan siksaannya, dan sambil menangis dan meratap,  mereka berkata: “Celaka, celaka, kota besar, yang berpakaian lenan halus, dan kain ungu dan kain kirmizi, dan yang dihiasi dengan emas, dan permata dan mutiara, sebab dalam satu jam saja kekayaan sebanyak itu sudah binasa.”  Dan setiap nakhoda dan pelayar dan anak-anak kapal dan semua orang yang mata pencahariannya di laut, berdiri jauh-jauh, dan berseru, ketika mereka melihat asap api yang membakarnya, katanya: “Kota manakah yang sama dengan kota besar ini?” Dan mereka menghamburkan debu ke atas kepala mereka dan berseru, sambil menangis dan meratap, katanya: “Celaka, celaka, kota besar, yang olehnya semua orang, yang mempunyai kapal di laut, telah menjadi kaya oleh barangnya yang mahal, sebab dalam satu jam saja ia sudah binasa. Bersukacitalah atas dia, hai sorga, dan kamu, hai orang-orang kudus, rasul-rasul dan nabi-nabi, karena Allah telah menjatuhkan hukuman atas dia karena kamu.”

Di atas semua spekulasi yang mungkin saja benar dan mungkin juga salah. Mari mengambil pelajaran penting yang tercermin dari peristiwa tentang “manusia yang terus berputar dalam kiamat yang sama.” Rasul Yohanes telah menubuatkan tentang zaman dimana kota-kota kapitalis akan jatuh, hancur dan hangus hanya dalam waktu sekejap saja. Apa lagi yang menjatuhkannya kalau bukan bencana alam dan bencana kemanusiaan? Bukankah ini telah terjadi secara berulang-ulang dari zaman ke zaman? Bahkan para sejahrawan dunia telah membuat buku-buku tentang kiamat yang terjadi di masa lampau. Kemewahan dan kemegahan kota-kota besar hanya memboroskan sumber daya! Lantas ketika sumber daya dalam kota kapitalis mulai menipis maka mulailah para pemimpin yang hidup dalam kelimpahan menekan rakyat untuk mencari dan menambang lebih banyak sumber daya sekalipun mengorbankan banyak hal. Tidak cukup sampai di situ, mereka juga memerangi kota-kota kecil di sekitar demi mencuri sumber dayanya.

Kesimpulan

Kemewahan adalah akar dari seluruh bencana yang terjadi di muka bumi. Manusia terpaku pada indranya semata: apa yang megah dan besar-besar, itulah yang diinginkannya. Memanfaatkan ilmunya untuk meraih hal-hal yang mewah tersebut, sebab pikirnya disanalah ada harga diri, penghormatan dan gengsi. Memanfaatkan sistem kapitalis yang berkelas-kelas untuk meraih hidup yang berkelimpahan. Membangun kemewahan dimana suka yang memboroskan lebih banyak sumber daya. Padahal sumber daya itu terbatas dan pemakaian yang berlebihan justru membangkitkan bencana alam yang tertidur sejak dulu dan bencana kemanusiaan (peperangan). Pada akhirnya, kebanggaan akan hal-hal duniawi inilah yang mengusir kita secara paksa dari bumi ke alam baka (kematian fisik).

Di zaman sekarang, apakah kita akan terus terjebak dalam pengagungan materi, meninggikan diri di antara sesama, memiliki kemewahan pribadi, pengakuan akan nama besar, penghargaan tertinggi terhadap prestasi dan penghormatan terbesar terhadap singgasana (jabatan). Sadarilah bahwa fokus kepada kenikmatan dan kemuliaan duniawi secara perlahan-lahan/ secara diam-diam menyulut api kebencian di dalam hati tiap-tiap manusia. Tinggal menunggu pengakuan saja bahwa di sana-sini manusia melakukan konspirasi menekan sesamanya hanya demi beroleh lebih banyak gemerlapan duniawi. Sadarilah kawan, apa yang kita tabur, itu yang kita tuai dan Tuhan mampu memahami maksud hati kita yang tersembunyi. Oleh karena itu, bertobatlah! Kasihilah Tuhan seutuhnya dan sesama manusia seadil-adilnya. Niscaya seumur hidup kita dan generasi demi generasi akan menikmati damai sejahtera di seluruh penjuru bumi!

Salam, Kiamat bisa
membunuh siapa saja,
Tanpa fokus kepada Tuhan
& tanpa keadilan sosial,
kiamat semakin dekat!
Kasihilah Allah seutuhnya
& kasihilah sesama
seperti diri sendiri.
Niscaya sorga menantikan
kepulangan kita
!

Mohon Kritik & Saran, ini hanya perumpamaan tanpa editor: Anda mengoreksi tulisan ini artinya lebih cerdas dari kami, Selamat!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.