10 Alasan Abraham Menjadi Bapa Orang Beriman, Jangan Fokus Janji Tuhan, Belum Digenapi Selama Abraham Hidup

Faktor Yang Menyebabkan Alasan Abraham Menjadi Bapa Orang Beriman, Jangan Fokus Janji Tuhan, Belum Digenapi Selama Abraham Hidup

Kristen Sejati – Abraham atau Abram menurut LAI (lembaga Alkitab Indonesia) berasal dari Ur-Kasdim di Mesopotamia selatan; dipanggil untuk memasuki tanah Kanaan, di mana Allah mengadakan suatu perjanjian dengan dia. Bersama-sama dengan Ishak dan Yakub ia diakui sebagai nenek moyang bangsa Israel (Kej. 12:25). Dalam Perjanjian Baru diakui sebagai bapa “semua orang percaya” (Rm. 4: 11).

Anak-anaknya jaman sekarang

Dari garis keturunan Abraham lahir sebuah, bukan hanya sebuah tetapi sekumpulan bangsa besar yang masih ada sampai sekarang. Seperti yang kita saksikan sampai sekarang bahwa anak-anaknya yang berjaya sampai sekarang. Baik dari garis keturunan Ishak (orang Timur Tengah dan orang Barat) maupun dari garis keturunan Ismail (orang Timur Tengah). Menyaksikan semuanya itu, kita menjadi sangat yakin dengan pasti bahwa Tuhan itu ada sedang janji-Nya ya dan amin.

Sekalipun dikaruniai berbagai-bagai pengetahuan dan wawasan yang luar biasa tetapi beberapa dari anak-anaknya kerap kali saling berperang, entah apa yang diperebutkan. Kita harap suhu politik semacam ini akan, segera dan telah berlalu. Seharusnya, orang-orang yang satu moyang bisa lebih akur untuk membangun peradaban yang lebih baik lagi. Bukannya malah mempersoalkan dendam kesumat yang kejadiannya telah lama berlalu. Bukankah sebaiknya anak-anak yang sah secara garis darah ini memberikan contoh kepada kita yang hanyalah anak-anak dari Roh?

Keyakinan kita mempengaruhi generasi berikutnya

Sejarah panjang kisah kehidupan Bapa Abraham telah menunjukkan kepada kita betapa iman  manusia berpengaruh dari generasi ke generasi. Seperti kata penulis Kitab Ibrani 11:1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Demikianlah kesetiaan dan kepatuhannya untuk mengikuti Tuhan. Ia jelas-jelas belum melihat apa-apa dengan mata kepala sendiri tetapi merelakan diri untuk tetap setia terhadap perintah dan janji Tuhan.

Iman dimurnikan lewat pergumulan hidup

Gelarnya sebagai bapa orang beriman tidak didapatkan dengan mudah. Ada ujian yang panjang harus ditempuh untuk mewujudkan semuanya itu. Dari sini kita bisa memahami bahwa kepercayaan terhadap Tuhan selalu disertai dengan berbagai-bagai ujian kehidupan. Jadi, bisa dikatakan bahwa masalah adalah sebuah sarana untuk memurnikan keimanan kita. Jika dijalani dengan penuh kesungguhan maka persoalan hidup akan menjadi ungkit yang dapat mendongkrak kehidupan anda menjadi lebih baik dan benar adanya.

Hindari sikap yang terus-menerus mondok/ bersembunyi dalam zona nyaman kehidupan. Apa gunanya kita diuji saat melakukan kesalahan? Itu namanya bukan pemurnian hati tetapi hukuman atas dosa yang telah diperbuat sebelumnya. Oleh karena  itu, biarkan diri diuji lewat kebaikan yang kita sebarkan kepada semua orang. Inilah esensi utama dari pemurnian hidup, yakni ketika berbuat yang benar, persoalan akan datang untuk membuat kita menjadi lebih tangguh luar-dalam tanpa titik koma. Artinya, pencobaan ada untuk membuat hati lebih bersungguh-sungguh, tulus, kuat dan semakin disempurnakan di dalam Tuhan.

Hanya menerima janji tetapi tidak dikabulkan dizamannya

Kehebatan iman Abraham ditunjukkan oleh kesetiaannya kepada Allah sekalipun saat itu belum menyaksikan penggenapan akan janji tersebut. Ikatan yang diberikan Tuhan kepadanya adalah suatu perjanjian yang luar biasa karena dampaknya masih terasa sampai sekarang (melalui iman kepada Yesus Kristus). Kami sangat yakin bahwa ia tidak menghabiskan waktunya untuk mengkhayalkan atau mengimajinasikan janji-janji tersebut melainkan tetap fokus kepada Tuhan sembari menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan yang positif.

Abraham memang yakin dengan janji itu tetapi ia tidak peduli tentang waktu kapan semuanya digenapi. Ketidakpedulian terhadap penggenapan janji ini terbukti sekalipun sudah tua dan tidak memiliki keturunan, ia tetap berdiri teguh di jalan Tuhan. Tetapi istrinya Sara yang cenderung mengkhawatirkan perjanjian tersebut sehingga menyuruh suaminya untuk menghampiri Hagar (hamba perempuan Sara). Jadi bisa dikatakan bahwa Abraham tidak pernah ragu dengan janji Allah tetapi keraguan itu datangnya dari Sara istrinya.

Tahukah anda kapan keyakinan Abraham tentang janji Tuhan dikabulkan? Tentu saja bukan pada zamannya melainkan pada keturunannya yang kesekian (kalau tidak salah keturunannya yang ke lima atau ke enam). Coba bayangkan bagaimana jikalau anda adalah penerima janji-Nya, yang diberikan janji kosong seumur hidup (tidak digenapi saat masih hidup)? Apakah anda masih percaya kepada Tuhan hingga ajal menjemput? Tetapi bapa orang beriman tetap percaya pada perkataan Tuhan sekalipun saat masih hidup ia hanya melihat satu orang keturunannya (Ishak).

Analisis psikologi – Apakah bapa Abraham mendoakan dan membahas-bahas janji tersebut di dalam hatinya secara terus-menerus?

Pernahkah anda berpikir seperti Abraham? Bagaimana sikap anda ketika ada seorang yang baru anda kenal menjanjikan sesuatu yang sangat besar? Sesuatu yang jelas-jelas berada di luar akal sehat (logika) manusia, yaitu menjadi bangsa yang besar dan menjadi berkat atas semua bangsa. Seandainya Abraham terus mendoakan dan membahas-bahas janji tersebut di dalam hatinya pastilah ada rasa kecewa yang muncul bahkan bisa jadi keadaan tersebut membuatnya stres, mengapa demikian? Kita akan membahasnya pada paragraf selanjutnya.

Tahukah anda bahwa doa adalah harapan? Sadarilah bahwa terkabul tidaknya apa yang kita harapkan sangat menentukan kepuasan, kebahagiaan, kedamaian dan ketenteraman hati? Jika memang bapa Abraham mendoakan dan membahas-bahas hal tersebut di dalam hati pastilah kekecewaannya teramat besar sebab yang ada dihadapannya saat itu hanyalah satu orang anak. Bisa dikatakan bahwa bapa Abraham tidak fokus kepada janji Tuhan melainkan memusatkan pikirannya untuk fokus kepada Tuhan (berdoa dan memuji Tuhan) sembari menyelesaikan pekerjaannya hari demi hari. Ini terbukti dari niatnya yang tidak ingin memiliki gundik tetapi Saralah yang mengusulkan hal tersebut.

Seandainya bapa orang beriman ini terlalu fokus pada janji Tuhan pastilah kepribadiannya menjadi labil dan cenderung sewot (pusing) sendiri sehingga mengoleksi lebih banyak gundik selama hidupnya. Dibalik kisah tersebut, ia hanya mengoleksi dua gundik saja, satu selama Sara masih hidup dan satu lagi setelah kematian istrinya itu. Seandainya dihatinya ada kekuatiran terhadap janji tersebut saat masih hidup, pastilah akan menikah dengan lebih banyak perempuan yang memberinya banyak anak laki-laki dan perempuan sehingga segera menjadi suatu bangsa yang besar. Tetapi ia tidak pernah ragu akan janji itu sekaligus tidak terlalu memusingkan kapan waktunya hal tersebut akan terwujud.

Kenyataan ini menjadi pedoman kepada kita untuk tidak terlalu fokus kepada janji Tuhan yang notabene luar biasa terngiang dalam mimpi-mimpi kita. Sadarilah bahwa mendoakan dan membahas-bahas dalam hati mimpi yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kekecewaan sehingga hidup tidak bahagia. Melainkan hiduplah untuk senantiasa berfokus kepada Tuhan dalam doa, firman dan nyanyian pujian. Juga sibukkan diri untuk mengembangkan kepribadian menjadi lebih positif dengan belajar dan bekerja sesuai dengan kemampuan/ bakat yang dimiliki.

Faktor Penyebab Abraham disebut sebagai “bapa orang percaya

Dari sekian banyak orang dizamannya, ia menjadi orang yang terpanggil dan terpilih untuk menggenapi janji Allah dalam kehidupan umat manusia. Tidak mudah jalan yang ditempuhnya untuk meraih gelar sebagai bapa orang beriman. Ada banyak ujian yang dilalui untuk melatih kesungguhan hati, kesetiaan dan ketulusan yang dimiliki. Berikut beberapa alasan mengapa seorang Abraham disebut sebagai bapa orang beriman.

  1. Selalu percaya kepada Allah sekalipun dijanjikan sesuatu yang kosong selama hidupnya melainkan baru terbukti setelah keturunannya yang kesekian.

    Pernahkah anda dijanjikan sesuatu oleh orang lain? Bagaimana jadinya saat orang tersebut tidak pernah menepati janjinya hingga anda meninggal? Masihkah percaya kepada orang yang demikian? Ada banyak orang disekitar kita yang ingin agar perjanjian itu digenapi selama masih hidup. Ketika tidak melihat apa-apa menjelang hari matinya/ akhirnya, lantas ia berpaling untuk menyesal, bersungut-sungut bahkan mungkin mengutuk pula. Sebab kekesalan hatinya memuncak karena dijanjikan sesuatu yang kosong dan tidak pernah ia saksikan selama hidup di dunia ini. Seperti firman Tuhan berkata.

    (Kejadian 12:2) Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.

    Janji menjadi bangsa yang besar dan memiliki nama yang termasyhur tidak pernah dirasakan Abraham selama masih hidup di dunia ini. Janji tersebut barulah ditepati setelah Musa membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir (kalau tidak salah keturunannya yang ke lima dan/ atau yang ke enam).

    Bahkan janji Allah bahwa ia akan menjadi berkat bagi segala bangsa barulah ditepati saat kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini. Ada waktu antara yang sangat lama untuk penggenapan janji tersebut, yaitu generasi/ keturunannya yang ke 42.

    Sekalipun Abraham tidak melihat apa-apa (nothing) selama masih hidup di dunia ini, tidak pernah sedikitpun berpaling meninggalkan TUHAN Allah Yang Maha Tinggi. Ia tetap setia kepada-Nya sedang janji tersebut terus diyakininya sampai ajal menjemput. Keteguhan iman seperti inilah yang membuatnya disebut sebagai bapa orang beriman.

  2. Tetap percaya kepada Allah sekalipun diutus ke negeri buta (tanpa penunjuk arah).

    Saat Tuhan memanggil Abram ke tanah perjanjian, apakah ia mengetahui nama daerah tersebut sebelum tiba di sana? Sudahkah ia memiliki GPS, orang suruhan dan penunjuk arah lainnya sebelum memasuki tanah perjanjian? Jawabannya adalah belum/ tidak. Artinya, dia tidak tahu apa-apa tetapi tetap berjalan kemanapun menurut kehendak Allah. Seperti firman yang berkata demikian.

    (Kejadian 12:1-3) Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

    Ini jelas sebuah iman yang besar dimana indranya belum melihat apa-apa tetapi hatinya yakin dengan kehendak Tuhan. Jaman sekarang, adakah orang yang berani keluar masuk daerah lain yang notabene belum dikenalnya? Ini jelas merupakan aksi nekad dari seorang Abraham. Kenekatan akan iman kepada Tuhan membuatnya pantas menyandang nama “bapa orang percaya/ bapa orang beriman.” Aksi yang bukan sekedar berani tetapi nekad, terbukti saat ia menyarankan kepada Sara untuk mengaku sebagai saudaranya bukan istrinya.

  3. Sedikitpun tidak kuatir dengan janji Allah sekalipun hampir tidak memiliki keturunan dalam usia yang sudah tua.

    Totalitas keteguhan iman Abraham memang tidak tergoyahkan. Bahkan ketika ia dan istrinya sudah tua keyakinannya tetap teguh. Seandainya ia meragukan hal tersebut pastilah mengambil istri lain berdasarkan kemauannya sendiri. Tetapi dalam keadaan terdesak semacam ini, ia ditekan oleh istrinya Sarai untuk menghampiri hambanya perempuan (Hagar). Seperti ada tertulis.

    (Kejadian 16:1-2) Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.

    Harap diingat bahwa di zaman dahulu tidak ada hukum tentang poligami sebab Hukum Taurat masih belum disampaikan ke dunia. Setiap orang bebas memiliki istri berapapun yang dikehendaki hatinya. Tetapi Abraham tetap setia kepada Sara istrinya itu sekalipun mereka masih belum memiliki anak. Ia juga tidak pernah meninggalkan TUHAN Allahnya karena keadaan yang agak meragukan tersebut. Melainkan tetap memfokuskan kehidupan kepada Allah sembari menyibukkan diri terhadap aktivitas positif (bekerja sesuai kemampuan, bakat yang dimiliki).

  4. Tetap berpegang pada janji Allah sekalipun hanya memiliki anak tunggal.

    Bagaimanakah perasaan anda ketika Tuhan menjanjikanmu sebagai suatu bangsa yang besar tetapi ternyata anaknya tunggal saja (hanya satu)? Mungkin ada orang yang akan bersungut-sungut dan tidak lagi percaya akan hal itu. Tetapi Abraham tetap percaya akan janji tersebut dan tidak pernah berpaling untuk sujud dan menyembah kepada kepada allah asing .

    (Kejadian 17:21) Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga.”

  5. Rela mengorbankan harta yang paling berharga untuk Tuhan.

    Sekalipun Abraham hanya memiliki anak tunggal, ia tidak pernah merasa sayang terhadap bocah tersebut. Buktinya ketika Tuhan menguji imannya untuk mengorbankan Ishak di gunung Moria, ia hampir saja melakukannya. Dari sini bisa kita mengerti bahwa kepercayaan Abrahan kepada Tuhan sudah bulat dan tulus luar dalam.

    (Kejadian  22:9) Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api.

  6. Memberi persepuluhan kepada imam Allah Yang Maha Tinggi.

    Siapakah Melkisedek? Ia disebut sebagai imam Allah Yang Maha Tinggi. Apakah ia mengenal Melkisedek dengan baik? Abraham begitu menghormatinya sampai memberikan sepersepuluh dari hasil jarahan perang yang mereka peroleh. Karena ia percaya kepada Tuhan maka diberikannya sepersepuluh dari semua jarahan itu sedangkan dia sendiri tidak mengambil bagiannya. Hanya orang-orang yang bersama-sama dengannya saja yang mengambil bagian atas jarahan tersebut.

    (Kejadian 14:18-20) Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu.” Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.

  7. Tidak fokus kepada janji tetapi fokus kepada Tuhan dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif lainnya.

    Seperti yang kami katakan sebelumnya bahwa bapa orang beriman tidak memusatkan pikirannya untuk memiliki janji itu segera melainkan membuat dirinya sibuk dengan senantiasa fokus kepada Allah dalam doa, pujian dan persembahan (memberi persepuluhan kepada imam Allah Yang Maha Tinggi, melayani utusan Tuhan yang datang kerumahnya, mempersembahkan korban bakaran dan lain sebagainya). Selain itu, menghabiskan waktunya untuk melakukan hal positif lainnya seperti mengurus rumah tangganya sendiri, menyelesaikan masalah dengan raja negeri orang Filistin dan turut membantu membebaskan Lot saat mereka diangkut tertawan ke negeri asing.

    Sesungguhnya bila saja bapa Abraham mau berkeluh-kesah sambil bersungut-sungut karena janji itu terlalu berat untuk digapai. Apalagi saat ia menemukan kenyataan bahwa hanya memiliki anak semata wayang. Sesungguhnya banyak sudut pandang yang bisa saja membuat persepsinya negatif. Tetapi, ia mengabaikan hal-hal tersebut sembari tetap fokus kepada Tuhan dan melakukan aktivitas positif lainnya sehingga kehidupannya terus berkembang dari hari ke hari.

  8. Tidak fokus pada hal yang terlalu tinggi tetapi merasa sudah memiliki semua yang dijanjikan Allah.

    Bapa Abraham tidak pernah merasa bahwa janji tersebut belum digenapi sebab sempat berpikir bahwa Ismael yang akan menerimanya kelak. Tetapi Tuhan berkehendak lain dan menegaskan bahwa janji itu akan didapatkannya melalui Ishak anak kandungnya sendiri.

    Bapa Abraham merasa telah memiliki janji tersebut dan tidak lagi memikirkannya dan juga tidak mendoakannya. Seandainya ia selalu memikirkan penggenapan janji tersebut maka mana mungkin ia dan istrinya tertawa saat utusan Tuhan menyampaikan kabar kelahiran Ishak anak kandungnya. Seperti ada tertulis.
    (Kejadian 17:17) Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?

    (Kejadian 18:12) Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?

    Seandainya saja mereka mendoakan dan membahas-bahas tentang janji tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif niscaya MUSTAHIL MEREKA TERTAWA. Tetapi pastilah mereka akan bersyukur dan sujud menyembah kepada utusan itu. Saat mereka tidak mendoakan janji itu dan tidak membahas-bahasnya dalam hati yang diiringi dengan perilaku tertawa saat hal tersebut dinyatakan. Artinya, mereka tidak menginginkan hal itu karena terlalu tinggi (mustahil udah tua tapi punya anak) sebab merasa semua yang dibutuhkan sudah tercukupi saat ini.

    Dari sini bisa kita mengerti bahwa bapa Abraham merasa telah memiliki apa yang dijanjikan oleh Tuhan. Buktinya, (-) ia menyodorkan anaknya Ismael, (-) tidak percaya bahwa mereka yang sudah tua renta akan memiliki anak kandung dan (-) mereka tertawa saat Allah kembali mengulangi janji tersebut. Tetapi rencana Tuhan tidak seperti rencana manusia. Apa yang mereka pikir terlalu tinggi/ terlalu mustahil untuk dipenuhi dapat diwujudkan oleh Allah.

  9. Mampu menerima kenyataan apa adanya.

    Sikap Abraham memang sangat fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Ini tepat terbukti saat meminta Sara untuk menyembunyikan status mereka yang sudah bersuami-istri ketika memasuki negeri asing dalam perjalanan menuju tanah Kanaan.

    Sikapnya yang fleksibel juga sangat terlihat ketika ia menawarkan kepada Tuhan agar Ismail anak Hagar layak mendapatkan janji Tuhan. Tetapi rencananya ditolak oleh Tuhan dan iapun menerima kenyataan tersebut. Seperti ada tertulis.

    (Kejadian 17:18-21) Dan Abraham berkata kepada Allah: “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” Tetapi Allah berfirman: “Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga.”

  10. Lagi-lagi kita belajar untuk tidak fokus kepada indra melainkan kepada hati.

    Inti dari keimanan bapa Abraham adalah fokus kehidupannya tidak ditujukan kepada hal-hal lahiriah melainkan hatinya mendekat kepada Tuhan dan merasa sudah memiliki semua hal yang dijanjikan Tuhan.

    Seandainya ia menganalisis lebih dalam tentang penggenapan berkat tersebut maka tidak ada sesuatu yang menjanjikan untuk ditemukan. Tetapi ia tidak peduli dengan penggenapan berkat berkat tersebut melainkan terus mendekatkan dirinya kepada Allah. Sepanjang hidupnya ia tidak begitu menggubris janji tersebut melainkan tetap fokus kepada Tuhan sembari melayani setiap utusan Allah. Juga waktunya dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya sambil berbuat baik kepada orang-orang dizamannya.

Inilah yang bisa kita pelajari dari bapa orang beriman: Apapun janji Tuhan dalam kehidupan anda dan apapun mimpi yang anda dapatkan dalam tidur panjang yang dilalui, nilailah itu secara logis. Ada baiknya jikalau mimpi dan harapan yang terlalu tinggi tidak perlu didoakan atau dibahas-bahas di dalam hati melainkan hiduplah realistis. Sebab mimpi/ harapan itu mungkin saja berupa penglihatan di masa depan yang notabene akan terjadi kepada keturunan anda yang kesekian. Jadi, untuk apa memikirkan janji yang terlalu tinggi? Hanya membuat pusing saja. Melainkan hiduplah realistis, cukupkan dirimu dengan apa yang ada dan bersyukurlah selalu atas segala sesuatu yang terjadi. Berusahalah untuk tetap memfokuskan kehidupan kepada Tuhan dan berbagi kasihlah kepada lebih banyak orang. Moga-moga Tuhan ingat dengan janji yang pernah diungkapkannya lewat mimpimu lalu menggenapinya kepada generasi yang selanjutnya!

Salam dahsyat!

Mohon Kritik & Saran, ini hanya perumpamaan tanpa editor: Anda mengoreksi tulisan ini artinya lebih cerdas dari kami, Selamat!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.