10 Cara Menuhankan Diri Sendiri – Manusia Menggunakan Pengetahuan Untuk Meninggikan Diri Diantara Sesamanya

Cara Menuhankan Diri Sendiri – Orang Menggunakan Pengetahuan Untuk Meninggikan Diri Diantara Sesamanya

Menelaah kesalahan kita di Taman Eden

Mari kita belajar lebih banyak untuk mengungkap arti sejarah di masa lampau. Mungkin bagi beberapa orang sepele sekali rasanya jika mencoba mengungkap makna mendalam dibalik kejadian di Taman Eden. Ini adalah awal dari sejarah manusia, disanalah terjadi dosa pertama yang membuat manusia semakin tenggelam dalam berbagai dosanya yang terus berkembang sampai sekarang. Catatan sejarah ini memang sangat singkat, hanya dimuat oleh beberapa pasal di kitab Kejadian, yakni pasal dua dan pasal tiga saja. Cukup mini bila dibandingkan dengan 48 ayat lainnya di dalam kitab yang sama.

Arogansi adalah dosa yang paling awal

Pendangan akan kita perdekat lagi yang difokuskan kepada kata-kata iblis untuk merayu manusia. Iblis menggunakan beberapa kata untuk menggoda kita dimana pada intinya, ia “mengiming-imingi manusia itu untuk menjadi sama seperti Tuhan.” Disinilah banyak manusia terjebak, dalam keinginan inilah kita terus terperosok dari generasi ke generasi. Terus jatuh dalam lubang yang sama secara berulang-ulang, yaitu mau jadi sama seperti Tuhan. Ini disebut juga sebagai awal dari segala bentuk arogansi manusia. Sampai sekarang perasaan ingin hidup lebih baik/ lebih unggul dari orang lain terus ada di dalam diri kita pribadi lepas pribadi.

Hasrat untuk lebih lagi

Jadi, mulai dari Taman Edenlah kerusakan pertama yang masih terus berlangsung di dalam kehidupan umat manusia hingga sekarang. Nafsu untuk menjadi sama seperti tuhan, itu sangat jelas terlihat  dalam setiap aturan yang kita anut, menguntungkan satu pihak namun merugikan pihak lain dan meninggikan diri sendiri diantara sesama (lebih tepatnya berkuasa atas orang lain). Sekalipun semuanya sudah tercapai tetapi rasa puas itu tidak akan pernah berhenti disitu saja melainkan terus saja menginginkan berbagai-bagai hal lainnya. Itulah pola-pola kecenderungan dosa manusia dimana semuanya tidak jauh-jauh dari menginginkan sesuatu yang lebih dan lebih lagi.

Arogansi dilanggengkan oleh pengetahuan yang kita miliki

Lewat ilmu yang dicuri dari Tuhan,  kita masing-masing berusaha menuhankan diri sendiri, sama seperti nenek moyang Adam & Hawa, yang dahulu mencuri buah tersebut karena mereka ingin lebih, yakni sama seperti Tuhan. Maka demikianlah kita menggunakan akal budi hasil curian tersebut untuk meninggikan (melebihkan) diri diantara manusia. Kita membuat sistem yang dengan sengaja menciptakan kelas sosial alias kasta di dalam masyarakat sehingga dapat memposisikan diri di atas orang lain. Kemudian ilmu itu menggiring kita dalam kesesatan berpikir sehingga menginginkan kemewahan, kenyamanan dan kemudahan yang beresiko tinggi merusak lingkungan, merugikan kehidupan orang lain bahkan menghancurkan diri sendiri juga.

Tuhan tidak pernah memerintahkan kita untuk berkuasa atas orang lain

(Kejadian  1:28) Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Seperti yang anda barusan baca di atas, demikianlah juga kita tidak pernah diperbolehkan Tuhan untuk berkuasa atas sesama manusia melainkan hanya sekedar menaklukkan bumi, yakni hewan dan lingkungan alamiah di sekitar (termasuk tanaman). Selama kita menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk menaklukkan dan berkuasa atas makhluk hidup lainnya maka selama itu pula kita dibenarkan. Tetapi menaklukkan dan berkuasa atas bumi tidak sama dengan menghancurkannya karena dimanfaatkan secara berlebihan. Sebab tidak ada lagi yang bisa ditaklukkan dan dikuasai dikala semuanya sudah tiada (hancur). Oleh karena itu, dibalik wewenang untuk memanfaatkan makhluk hidup lain dan sumber daya alam lainnya, kita juga dituntut untuk memeliharanya agar tetap ada dan terus ada dari generasi ke generasi.

Harus kita pahami betul bahwa ada enam hari masa penciptaan alam semesta. Manusia sendiri diciptakan di hari terakhir sebab di hari-hari sebelumnya Tuhan mempersiapkan bumi untuk di tempati dan dihidupi oleh kita. Ia mempersiapkan benda-benda penerang sebagai penunjuk waktu. Mempersiapkan tumbuhan sebagai pelindung dan penyeimbang berbagai aktivitas di muka bumi. Tidak lupa juga ia mempersiapkan hewan-hewan di padaang belantara untuk dikonsumsi. Semua ilmu pengetahuan yang kita miliki seharusnya dimanfaatkan untuk mengelola bumi ini dan berbagai ciptaan lainnya. Bukannya malah diarahkan untuk berkonspirasi melemahkan orang lain lalu mengejar hasrat yang tinggi akan kenikmatan duniawi yang mewah dan kemuliaan duniawi yang besar. Pada akhirnya, semua ini akan mendatangkan bencana bagi manusia itu sendiri.

Berikut ini cara manusia membuat dirinya menjadi allah atas sesamanya

Berhati-hatilah menggunakan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Memang terkadang kita tidak menyadari apa yang sedang dilakukan atau apa yang sedang ditekuni, bahwa rupa-rupanya hal tersebut sama saja dengan menjadikan diri sendiri sebagai allah atas sesama manusia bahkan atas semua ciptaan. Berikut ini beberapa cara manusia menuhankan dirinya sendiri lewat ilmu yang dimiliki.

  1. Menganggap diri sendiri tidak pernah salah.

    Ilmu pengetahuan yang kita kuasai mampu membuat diri ini untuk tampil tanpa kekhilafan dihadapan orang lain. Lalu karena terbawa suasana yang cukup menyenangkan, kita lantas menganggap bahwa pola-pola yang seperti itu akan terus terjadi di segala lini kehidupan. Sehingga ada kemungkinan muncul pikiran bahwa kita merasa tidak pernah salah dalam sehari atau dalam seminggu ini. Sifat yang merasa tak berdosa seperti ini jelas tidak menunjukkan kerendahan hati melainkan kita menganggap diri sudah sama dengan Tuhan yang tidak pernah salah.Sikap perfeksionis juga ditunjukkan saat kita merasa diri lebih benar dari orang lain. Keadaan semacam ini jelas menunjukkan bahwa kita telah menyamakan diri seperti allah.Di sisi lain, sikap perfeksionis juga bisa ditunjukkan dengan cara tampil seolah-olah kita sempurna di mata orang lain. Menggunakan ilmu pengetahuan yang kita miliki untuk menyembunyikan kesalahan yang dilakukan serapih mungkin sehingga orang-orang tidak mengetahui keburukan kita yang sebenarnya. Ini semata-mata dilakukan demi menjaga image alias harga diri alias kehormatan entah berantah.

  2. Merendahkan orang lain.

    Kami dahulu masih melihat, ada orang yang menjadikan aktivitas melihat kelemahan teman sebagai sumber kebahagiaannya. Orang-orang ini memang sangat cerdas menilai orang dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Mereka senang membahas-bahas kekurangan orang lain lalu tertawa dengan bangga karena dirinya masih jauh lebih baik. Aktivitas ini mungkin awalnya bisa membuat anda senang sesaat tetapi sadarilah bahwa “masih ada burung di atas monyet.” Apa jadi kesenangan itu jika kebetulan melihat seseorang yang hidupnya jauh lebih baik dari diri anda?

    Lewat ilmu pengetahuan yang kita miliki juga bisa saja menggunakannya untuk mengejek, menghina dan membully orang lain. Ini jelas telah menempatkan kita pada sikap yang arogan agar orang lain terlihat/ terasa lebih rendah dari diri kita.

  3. Terus menghakimi orang lain.

    Menilai orang lain di dalam hati sendiri untuk dijadikan sebagai pelajaran hidup, jelas tidak ada salahnya. Akan tetapi, terus-menerus (sepanjang waktu) menghakimi orang lain di dalam hati, jelas bukanlah suatu aktivitas yang dianjurkan. Jangan biarkan dirimu merasa senang saat terus menyelidiki kesalahan orang di dalam hati melainkan jadikan fokus kepada Tuhan (lewat doa, firman dan nyanyian pujian) dan kasih kepada sesama (lewat pekerjaan, pelajaran, aktivitas sehari-hari) sebagai sumber kebahagiaan sejati yang berasal dari dalam hati.

  4. Memunahkan tumbuhan atau binatang tertentu.

    Karena kita pintar, hebat dan berkuasa juga kaya raya, lantas saja dengan semena-mena membabat hutan sesuka hati sampai-sampai tumbuhan dan/ atau hewan tertentu punah. Sadarilah bahwa makhluk hidup lainnya adalah ciptaan Tuhan yang boleh dimanfaatkan tetapi bukan untuk di musnahkan. Pelajarilah kitab Kejadian baik-baik, yang berisi kisah tentang bahtera Nuh. Dari sini bisa kita pelajari bahwa Tuhan menyelamatkan manusia dan juga hewan dari bencana air bah terbesar itu. Jadi, manfaatkan tumbuhan dan hewan seadanya saja dan jangan sampai memunahkan mereka dari lingkungan sekitar kita.

  5. Hidup dalam kasta sosial.

    Karena kita pintar, ilmu pengetahuan tinggi dan kemampuan lainnya langitan, mencoba untuk membuat sebuah sistem yang seolah-olah setara tetapi pada kenyataannya syarat dengan kelas sosial. Kasta sosial semacam ini memang tidak kelihatan dari segi penampilan melainkan terlihat jelas dari jumlah pendapatan (gaji) dan fasilitas yang kita peroleh jauh lebih besar dibandingkan dengan orang lain. Karena merasa diri sangat berpengaruh lewat wawasan luas yang kita miliki, lantas turut pula merasa berhak atas berbagai-bagai keuntungan besar yang diperoleh sistem. Sadar atau tidak, keadaan ini secara tidak langsung telah membuat kita menempatkan diri untuk lebih tinggi/ lebih tuhan dari orang lain.

  6. Bangga terhadap kekayaan, warisan dan karya yang dihaslkan.

    Lewat ilmu pengetahuan yang dimiliki, kita mencari uang sekeras-kerasnya dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sehingga menjadi konglomerat papan Lantas saja kita membanggakan hal tersebut sebab harta kepunyaan yang dimiliki sangat besar dan warisan yang diturunkan melimpah-limpah.Dikaruniai dengan berbagai kelimpahan hikmat-kebijaksanaan, kita merasa bangga dengan semuanya itu. Dengan menjadikan harta dan hikmat berkarya yang dimiliki sebagai sumber kebahagiaan maka tepat saat itu juga ketergantungan akan hal-hal duniawi sangat tinggi. Akibatnya, hal-hal duniawi tersebut membuat kita lebih banyak menikmati hidup sekaligus membuat pikiran lebih banyak kosong. Akibatnya, kita tidak mampu lagi untuk membahagiakan diri sendiri melainkan butuh kenikmatan dan kemuliaan duniawi untuk mewujudkannya. Padahal semakin tinggi usia maka semakin berkurang pula kemampuan untuk menghasilkan karya dan uang. Padahal hidup kita yang terlalu fokus pada materi membuat keinginan di dalam hati semakin menjadi-jadi, ingin lebih lagi dan lagi. Akibatnya, cenderung memaksakan diri dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi semuanya itu.

  7. Bangga terhadap kekuasaan (kemuliaan duniawi) yang dimiliki.

    Dari awal sudah kami ingatkan bahwa Tuhan tidak mengehendaki agar manusia berkuasa atas sesamanya. Tetapi sitem pemerintahan kapitalisme menggiring banyak orang untuk menginginkan kekuasaan lagi dan lagi. Orang-orang intelek akan bersaing dengan sungguh-sungguh untuk memperebutkan posisi tertinggi itu. Justru mereka kerap kali lebih suka main belakang untuk memuluskan keinginanya menjadi pejabat. Ada kesan memanfaatkan pengetahuannya tentang berbagai-bagai hal lalu melegalkan segala cara untuk meraih dan mempertahankan semuanya itu.

  8. Menciptakan dan menginginkan kenikmatan duniawi yang mewah.

    Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh seseorang/ sekelompok orang, mereka akan menciptakan trend baru untuk membuat barang-barang mewah tersebut laris-manis diantara rakyat. Sebuah trend iklan yang menegaskan belilah kami dan pakailah kami maka hidupmu akan lebih baik/ lebih hebat dari orang lain. Sedang mereka yang tidak bisa menahan dirinya akan terbius dan tergiur oleh hal-hal tersebut lalu berusaha mewujudkan keinginannya dengan melakukan praktek korupsi dan manipulasi yang tersembunyi.Ada sekelompok orang yang dengan sengaja menciptakan berbagai-bagai trend yang mengarahkan orang untuk menikmati hidup sepuas-puasnya, berfoya-foya dengan teman-teman dan sikap memboroskan sumber daya lainnya. Mereka menganggap bahwa ketika makanan, mobil, pesta, hunian dan lainnya lebih mahal dari orang lain maka tepat saat itu jugalah ada kesenangan di dalam hati.

  9. Menggunakan teknologi untuk menyesatkan orang lain.

    Ilmu pengetahuan kita yang tinggi dan penguasaan akan teknologi yang mumpuni bisa saja membuat diri ini mampu memahami cara-cara untuk melemahkan, membodohi dan menghancurkan orang lain. Tepat saat kita memanfaatkan ilmu tersebut untuk menghancurkan kehidupan sesama maka tepat saat itu juga kita telah menyalahgunakannya demi memuaskan rasa arogan di dalam hati.

  10. Menggunakan ilmu pengetahuan untuk berkonspirasi.

    Luasnya wawasan dan ilmu pengetahuan yang kita miliki membuat diri ini mampu menyibak banyak rahasi alam semesta. Lalu memanfaatkan ilmu yang dimiliki untuk mengambil untung dari orang-orang yang tidak tahu apa-apa/ yang pengetahuannya rendah. Kita memperkaya diri sendiri dengan ilmu tersebut namun merahasiakannya dari orang lain sehingga mereka akan selalu datang untuk meminta pertolongan kita sekaligus beroleh bayaran yang luar biasa.

Waspadalah selalu dengan ilmu pengetahuan dan wawasan yang anda miliki. Jangan pernah jadikan hal tersebut sebagai sumber kebahagiaanmu. Ketika kita fokus pada hal-hal duniawi maka akan semakin besar hasrat dihati ini untuk menginginkan yang lebih dan lebih lagi. Akibatnya, kita cenderung meninggikan diri sendiri diantara sesama dengan menganggap bahwa kita lebih baik, lebih unggul dan lebih besar dari orang lain. Lalu cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih dan mempertahankan hal-hal tersebut. Padahal kita harus menyadari bahwa semua keunggulan tersebut akan semakin lemah dan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Keadaan ini kelak akan membuat perolehan kenikmatan dan kemuliaan duniawi turut berkurang drastis: bagaimana anda menghibur diri dalam situasi seperti ini? Jangan jadikan arogansi sebagai sumber kebahagiaan, kedamaiaan dan kelegaan di dalam hati. Tetapi jadikan aktivitas fokus kepada Tuhan dan kasih kepada sesama sebagai sumber, dasar dan bangunan sukacita di dalam hati.

Salam luar biasa!

Mohon Kritik & Saran, ini hanya perumpamaan tanpa editor: Anda mengoreksi tulisan ini artinya lebih cerdas dari kami, Selamat!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.