Gereja Mula-Mula Hidup Dalam Kesetaraan – Kapitalisme Dalam Gereja Melemahkan Kebersamaan & Iman Itu Sendiri

Gereja Mula-Mula Hidup Dalam Kesetaraan - Kapitalisme Dalam Gereja Merusak Kebersamaan & Iman Itu Sendiri

Kristen Sejati – Masyarakat yang berkeadilan sosial merupakan cita-cita Allah Bapa sejak dari zaman purbakala. Ia telah merancang Alkitab dan semua yang ada di dalamnya untuk mempersiapkan manusia untuk masuk dalam zaman kesetaraan. Ide-ide ini bahkan tidak disadari dan tidak diketahui oleh semua orang. Mereka yang berdosa dan hatinya penuh dengan ketamakan akan uang, kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Maksud Allah ini hanya diketahui oleh orang-orang yang benar-benar tulus dan suci hatinya di hadapan Tuhan.

Perhatikan saja inti kedua dari firman Allah, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Pada awalnyapun, kami tidak memahami maksud dan tujuan dari firman ini. Padahal entah sudah berapa puluh atau ratus kali kami telah mendengarkannya dalam setiap pertemuan ibadah di hari minggu dan persekutuan khusus di hari-hari tertentu juga pada pertemuan kelompok kecil di lingkungan tempat tinggal, sekolah, kampus, lahan pekerjaan dan lain sebagainya. Inilah wajah kehidupan kami dahulu ketika masih belum ada visi kesetaraan di dalam kepala ini.

Penyimpangan kesetaraan gender

Selama ini yang kami perhatikan dan sering terdengar di telinga adalah tentang kesetaraan gender. Sekalipun demikian, kesetaraan jenis ini telah nyata bahwa ditunggangi oleh kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Moment kesetaraan gender telah ditunggangi oleh orang-orang tamak yang menyebut dirinya sebagai bagian dari pelangi kehidupan. Mereka memanfaatkan slogan kesetaraan jenis kelamin untuk melegalkan hawa nafsu yang sesat. Mereka suka semua lubang (homoseksual), suka laki-laki juga suka perempuan (biseksual) bahkan merekapun melakukan operasi plastik untuk mengubah tubuhnya menjadi laki-laki atau perempuan (transgender). Tidak mensyukuri apa yang alami malah melakukan renovasi sendiri untuk mengubah jenis kelaminnya yang diberikan Tuhan.

Sebenarnya kesetaraan gender yang baik itu saat seseorang terbebas dari paham feminis dan maskulinitas. Bila anda berpikiran bahwa hal-hal ini hanya dilakukan oleh perempuan lalu hal yang itu hanya dilakukan oleh laki-laki maka letak kesetaraannya adalah temukan tempat dimana anda bermanfaat. Jangan terpetak-petak oleh paham kuno tetapi lakukanlah hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain terlepas dari rutinitas tersebut hanya dilakukan pria atau hanya dilakukan wanita saja. Bila anda tidak bermanfaat saat ditempatkan pada salah satu jenis aktivitas maka buat apa hal tersebut ditekuni?

Misalnya, saat seorang istri bermanfaat untuk mengandung seorang anak lalu mengapa dia harus menahan diri untuk memiliki momongan. Jika seorang ayah bermanfaat untuk mencuci pakaian saat istrinya sedang hamil, tidak ada yang salah tentang itu! Saat bapak menjaga anak sambil bermain dengan mereka dilantai ruang tamu atau membawa mereka jalan-jalan ke luar (jalan kaki sambil membawa kursi dorong untuk anak) sedangkan istrinya sedang menyuci beberapa pakaian dan memasak di dapur, ini adalah kerja sama yang bagus. Jadi, buang jauh-jauh keluar pemetak-metakan tentang bagaimana seharusnya menjadi feminim dan maskulin lalu jadilah manusia yang membawa dampak bagi kehidupan.

Semua masalah di bumi karena perebutan materi (uang juga sumber daya) dan kekuasaan juga ilmu pengetahuan.

Bisakah anda melihat berbagai gejolak yang terjadi di masyarakat? Ketahuilah bahwa semua itu ditimbulkan oleh karena orang-orang cerdas yang picik sedang memperebutkan uang bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak langsung kelihatan batang hidungnya di lapangan melainkan membayar masyarakat biasa yang tidak tahu apa-apa untuk diutus ke depan sebagai pion-pion yang membuat keributan dan kekacauan di mana-mana. Demi memperebutkan materi maka para kapitalis ini memaksakan diri bahkan hal-lah absurd, dekil dan jahat sekalipun akan ditunggangi untuk mengakomodir hawa nafsunya.

Rebutan antara orang-orang cerdas sudah biasa terjadi di negeri ini. Memang begitulah sifat bawaan manusia, saat sesuatu ditinggikan diantara masyarakat jauh lebih tinggi dan besar dari pada kepemilikan total posisi masyarakat itu sendiri maka hal ini akan seperti “umpan lezat” yang mendorong semua orang untuk saling bersaing mempertaruhkan semua kepunyaan/ harta miliknya untuk bisa menangkap umpan tersebut (uang atau jabatan). Perebutan semacam inilah yang kerap kali memicu konflik horizontal. Padahal para petingginya berada di belakang layar, duduk santai, goyang kaki dan hanya memprovokasi orang lain untuk mendukungnya.

Ketika seseorang lebih pintar, lebih kaya-raya dan lebih berkuasa daripada sesamanya maka keadaan inipun akan meningkatkan masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang, itu tidak membuatnya dekat kepada Tuhan melainkan justru semakin jauh, malahan dirinya semakin dekat untuk mengandalkan kekuatan materi dan kekutan senjata untuk melindungi diri. Alih-alih untuk melindungi diri maka power yang dimilikinyapun turut digunakan untuk menakut-nakuti orang lain sehingga mereka menganggap si kawan ini sebagai tangan kanan Tuhan. Sedangkan ilmu yang dimilikinya digunakan untuk mengadakan konspirasi agar banyak orang yang tersesat sehingga bisa meraup untung dari pembodohan itu.

Uang yang berhasil dikumpulkan oleh kaum kapitalis juga ditujukan pada hal-hal yang membawa kemalangan bagi bumi ini. Memang apa yang mereka miliki seolah karena pengaruh uang yang banyak sehingga bisa membeli berbagai-bagai hal mewah, megah dan luar biasa untuk dimiliki. Tapi tahukah anda bahwa untuk memproduksi barang-barang tersebut dibutuhkan sumber daya yang besar. Bahkan bagian-bagian bumi tertentu digali, dicemari, dirusak dan dihancurkan untuk menghasilkan beberapa barang mewah. Jikalau pekerjaan ini terus dilanjutkan niscaya bumi kita akan terdegradasi, pemanasan global meningkat dan bencana alam berdatangan.

Pengaruh kapitalisme dalam kekristenan

Sejak kapan kekristenan dipengaruhi oleh kekuatan kapitalis? Para kapitalis ini sangat kreatif menyusupkan rumus-rumusnya atau lebih tepatnya budaya yang khas dengan materialisme telah dibubuhi dalam beberapa penerapan ajaran kristen. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Sejak kapan orang meninggal dikasih jas dan peti mati? Ini berawal dari pembicaraan dengan kakek kami yang sudah merantau ke luar daerah dan berbicara dengan banyak pemuka agama. Pertanyaan yang cukup menggoda tentunya sebab Yesus Kristus sendiri saat dikremasi dan dikuburkan tidak menggunakan jas/ kebaya dan peti mati. Bukankah ini hanya membebani biaya yang harus dikeluarkan keluarga saat pemakaman? Lagipula berapa coba pohon yang dibunuh untuk membuatnya, sudah mati masih bisa ajak makhluk hidup lain untuk mati (tanaman hijau). Kamipun bertanya-tanya darimanakah paham ini berasal? Siapakah kapitalis yang pertama kali melakukannya?
  2. Menahan mayat lebih lama di rumah. Kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa mayat butuh penghormatan terakhir adalah sesuatu yang LEBAY dan DIDRAMATISIR. Bukankah penghargaan kepada seseorang itu harusnya dilakukan semasih ia hidup dahulu. Keluarga, sanak dan khususnya anak-anaknya tidak perlu lagi mengasinkan mayat lalu menghormatinya padahal tubuh tak bernyawa itu tidak lebih dari benda mati yang tidak ada harganya lagi. Kebiasaan ini justru hanya akan membebani keluarga untuk menanggung biaya pengawetannya. Jasad Yesus dahulu ketika ia telah mati dikremasi secara sederhana dan langsung dikuburkan. Lalu mengapa kita tidak mengikuti teladan ini sebagai orang Kristen Sejati?
  3. Keberadaan Santa Klaus. Entah dari mana pula dongeng-dongeng ini berasal, yang pasti tidak ada Santa yang suka membagi-bagikan hadiah di dalam Alkitab. Jangan-jangan ini hanya untuk meningkatkan pembelian barang di waktu natal, khususnya yang berupa hadiah/ kado natal bagi anak-anak. Untunglah di Indonesia tidak ada yang semacam ini.
  4. Pohon natal sintetis dari plastik. Entah dari mana budaya ini berasal. Hal-hal yang terkesan tidak alami dengan segala gemerlapannya dicangkokkan ke dalam gereja. Bukankah ini sama saja dengan memasukkan sesuatu yang penuh dengan kepalsuan ke dalam tempat kudus Tuhan. Ada baiknya kebiasaan semacam ini segera di tinggalkan agar

Kapitalisme yang kuat dan picik dalam sebuah sistem masyarakat hanya akan mendukung orang-orang tertentu saja. Uang akan sangat berkuasa dan relasi sangat menentukan posisi anda. Ketidakjujuran dan kelicikan berjalan mulus dan bukan lagi menjadi rahasia publik, artinya semua orang tahu hal tersebut. Keadaan ini membuat keyakinan seseorang akan kendor lalu turut juga melakukan aksi manipulasi, sogok-menyogok dan korupsi untuk mencapai jabatan dan pendapatan yang lebih baik. Justru mereka yang imannya kuat dan kerjanya jujur akan semakin tersingkirkan. Pada akhirnya, masyarakat bawah tertekan sehingga penderitaan membuat mereka lupa Tuhan dan lupa ke gereja. Sedangkan masyarakat kelas atas semakin sombong dan tidak ingat lagi apa dia sudah berdoa kepada Tuhan atau belum hari ini?

Gereja mula-mula hidup dalam kesetaraan

Siapakah yang menduga hal ini? Kami sendiri tergugah hatinya saat menemukan bagian ini. Sungguh tidak ada yang lebih baik dalam kehidupan ini selain kesetaraan kekuasaan, pendapatan dan ilmu pengetahuan yang benar. Ketiga kekuatan ini begitu super power yang bisa membuat seseorang menyombongkan diri bahkan menganggap dirinya sendiri sebagai tuhan. Harta yang banyak, pengetahuan yang tinggi dan kekuasaan yang besar adalah alat penindasan masal yang akan menyeret banyak orang ke dalam pemerasan, penindasan dan penganiayaan.

Untuk mengantisipasi dan mencegah semua keburukan itu maka yang dibutuhkan adalah kesetaraan. Tanpa kesetaraan maka akan terbentuk masyarakat yang terpetak-petak antara kelas atas dan masyarakat kelas bawah. Jika keadaan ini terus berlanjut maka masyarakat kelas bawah lama kelamaan akan dijadikan sapi perah sekaligus akan dikorbankan untuk kepentingan kalangan atas. Sadarilah bahwa tanpa pengorbanan maka kapitalisme tidak ada sebab orang-orang ini kaya raya karena mampu meraup untung dengan meraup rupiah langsung dari kantong rakyat/ pemerintah secara perlahan tapi pasti.

Perhatikan firman di bawah ini.

Kisah Para Rasul 2:42-47) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Bukankah apa yang dipraktekkan oleh jemaat mula-mula adalah bagian dari kesetaraan dalam masyarakat itu sendiri? Perhatikan bagian yang berbunyi tentang “segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Bukankah ini sama saja dengan prinsip kesetaraan yang mengatakan bahwa “negara adalah kapitalis tunggal sebagai milik bersama.” Inilah sebenarnya yang menjadi cita-cita Tuhan Yesus dimana semua orang hidup bersama dalam kerukunan, kesejahteraan dan kesetaraan.

Ada pula orang “yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.” Bukankah ini begitu amazing? Sesuai dengan perintah Tuhan Yesus saat Ia menyuruh seorang pemuda yang kaya raya dan menginginkan kesempurnaan hidup? Intinya adalah jika setiap orang kristen mengehendaki kesempurnaan dalam keimanannya maka mau tidak mau ia harus mendukung prinsip keadilan sosial untuk semua orang. Jadi jikalau anda seorang Kristen namun tidak peduli dengan kesetaraan pendapatan, kekuasaan dan ilmu pengetahuan yang benar berarti keadaan ini sama saja dengan melemahkan kekuatan iman yang anda miliki.

Hidup jemaat dalam kebersamaan yang setara telah mengantarkan mereka pada puncak kebahagiaan sejati ketika ada tertulis “memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah.” Bukankah kebahagiaan mereka lengkap dalam masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan sosial? Terlebih ketika masing-masing saling mendukung, memberi, berbagi dan bergandengan tangan dengan sesama sekaligus memuji dan memuliakan Allah. Ini jugalah yang menjadi sumber kebahagiaan manusia zaman sekarang yakni saat kehidupannya mampu bermanfaat bagi orang lain dan selalu memusatkan pikiran untuk memuliakan Allah di segala waktu.

Kelemahan jemaat mula-mula

Satu-satunya kelemahan jemaat mula-mula adalah saat mereka tidak bekerja sebab berpikir bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali untuk kedua kalinya lalu membuka pintu sorga bagi setiap orang percaya. Padahal waktu dan hari kedatangan Tuhan yang ke dua tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Sedang mereka sendiri telah meninggalkan sebagian besar pekerjaannya dan menjual hartanya lalu terus menerus beribadah di dalam gereja menanti-nantikan hari kedatangan Tuhan. Padahal waktu terus berputar sedangkan kebutuhan ekonomi semakin bertambah dan banyak yang harus diberi makan. Besar kemungkinan jemaat mula-mula mengalami kemunduran perekonomian, sampai-sampai rasul Paulus sendiri meminta bantuan kepada jemaat di Korintus untuk orang-orang kudus di Yerusalem, seperti yang tertulis dalam.

(1 Korintus 16:1-3) Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada Jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing — sesuai dengan apa yang kamu peroleh — menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang. Sesudah aku tiba, aku akan mengutus orang-orang, yang kamu anggap layak, dengan surat ke Yerusalem untuk menyampaikan pemberianmu.

Jemaat mula-mula terlena menantikan kedatangan Tuhan yang ke dua sedangkan mereka telah meninggalkan pekerjaannya lalu menjual harta miliknya, bukankah dengan demikian mereka beresiko jatuh miskin? Oleh karena itulah rasul Paulus meminta bantuan dari jemaat lain dimana bukan mustahil jikalau permintaan bantuan bagi orang-orang di Yerusalem juga dilakukan rasul Paulus kepada jemaat-jemaat lainnya yang berada di bawah asuhannya.

Kami bisa mengerti motivasi Paulus selama mengajar dan menyebarkan firman Allah sembari bekerja keras. Ada kemungkinan ia mengambil pekerjaan paruh waktu sehingga penginjilan yang dilakukannya tidak terganggu. Rasul Paulus bekerja keras karena tidak menghendaki kejadian di Yerusalem terulang lagi kepada jemaat lainnya. Seolah ia mengatakan bahwa “saat mengikut Yesus bukan berarti anda harus meninggalkan pekerjaanmu untuk menantikan kedatangannya yang ke dua tetapi, lanjutkan kehidupanmu dan bekerja keraslah sembari menantikan hari Tuhan itu.” Inilah yang disinggung rasul Paulus saat ia melihat banyak dari jemaat mula-mula yang meninggalkan aktivitas biasa yang dilakukan sehari-hari lalu berkumpul dalam gereja untuk menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua, dalam suratnya ia berkata.

(II Tesalonika 3:10-12) Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.

Bukan berarti

Kita harus belajar dari kejadian yang telah berlalu yang disebut dengan sejarah. Jemaat mula-mula yang hidup dalam kesetaraan ternyata rapuh karena sebagian besar dari mereka tidak bekerja melainkan hanya berkumpul dengan saudara seiman lainnya di dalam gereja untuk menantikan hari Tuhan. Ada baiknya sistem keadilan sosial yang akan kita gunakan tidak membina masyarakat untuk lebih banyak bersantai melainkan kerja keras itu harus tetap ada. Disinilah kita butuh yang namanya sistem ekonomi sandiwara sehingga semua orang bisa bekerja dan mendapat upahnya. Sistem kerja semacam ini adalah aktivitas tanpa pelanggan sebab perputaran ekonomi lesu saat pemerataan dilakukan pemerintah. Seseorang diberikan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu lalu hasil kerjanya tersebut akan kembali di daur ulang menjadi bahan baku.  Diwaktu berikutnya, ia akan kembali menyusun bahan baku tersebut menjadi produk yang bermanfaat lalu kembali lagi diubah menjadi bahan baku, demikian seterusnya.

Dalam kesetaraan, ekonomi kurang berputar sehingga beresiko membuat beberapa orang menjadi malas. Sebab itulah kita perlu menyandiwarakan semuanya agar semua orang tetap bekerja. Sistemnya begini, sebuah kendaraan roda dua, dirusak secara sengaja lalu diberikan kepada mekanik untuk diperbaiki hingga bagus lagi. Setelah beberapa hari kemudian maka motor itu akan kembali dibongkar atau dirusak lagi lalu akan kembali di kerjakan di hari berikutnya. Ini semacam sistem bongkar – pasang – bongkar – pasang dan seterusnya. Contoh berikutnya adalah seorang penjahit dikasih job untuk menjahit satu stel pakaian dalam beberapa hari. Jika sudah selesai maka stelan tersebut akan kembali di bongkar sehingga di minggu berikutnya penjahit tersebut akan kembali menjahit semua itu menjadi pakaian yang rapi. Sistem kerja ini seperti jahit-bongkar-jahit-bongkar dan seterusnya.

Jika pekerjaan semacam ini dipelihara niscaya semua orang akan tetap bekerja dalam kesetaraan. Manfaatnya juga yaitu, pekerja akan semakin mahir melakukan apa yang ditekuninya sekalipun itu hanya berputar-putar tapikan skill-nya pasti bertambah dan waktunya juga tidak terbuang sia-sia karena tetap ada kesibukan. Tapi ingatlah bahwa ini hanya berlaku dalam sistem yang mendukung kesetaraan dimana apa yang kita perlukan bersama (sumber daya) sudah tersedia. Jadi, daripada sumber dayanya terbuang sia-sia maka lebih baik dibagikan secara merata sesuai kebutuhan masing-masing.

Bila kita mengembangkan sistem yang menjunjung tinggi kesetaraan niscaya tidak ada lagi yang namanya sampah masyarakat dan orang-orang yang tidak berguna. Sebab masing-masing orang akan bekerja menurut kemampuan dan bidang yang dikuasainya sendiri dimana hal tersebut sudah bisa menafkahinya dan keluarga sekalian. Orang-orang juga akan fokus pada bidangnya masing-masing sehingga mereka bisa mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sistem kerja yang mendukung kebersamaan dalam bekerja akan menciptakan manusia yang peduli dengan sesamanya sehingga terciptalah suasana kehidupan yang kondusif, aman dan sejahtera bersama juga tidak lupa pro lingkungan.

Salam kesetaraan, salam kerja keras!

Mohon Kritik & Saran, ini hanya perumpamaan tanpa editor: Anda mengoreksi tulisan ini artinya lebih cerdas dari kami, Selamat!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.